“Ini alarm buat perkembangan demokrasi,” ungkapnya.
Fatal
Wina Armada juga mengecam tetap dimasukannya pasal-pasal hazaai artikelen atau pasal-pasal permusuhan dan kebencian dalam KUHP.
Dari sejarahnya, kata Wina, ketentuan ini sengaja diciptakan penjajah Belanda untuk membungkam pergerakan oragnisasi kemerdekaan Indonesia, dan menempatkan Ratu dalam posisi yang sakral yang tidak boleh dikritik.
Kini dalam KUHP malah dipertahankan untuk menegakkan kewibawaan penguasa. Dengan demikian seakan-akan rakyat dihadap-hadapan dengan penguasa.
Dalam hal ini ada logika dan filosofi pembuatan KUHP yang sangat keliru. “Fatal!” tandas Wina.
Wina heran berlakunya KUHP ada waktu transisi sampai tiga tahun, kenapa tidak mau mengundurkan sebentar pengesahannya untuk mengadopsi pasal-pasal perlindungan terhadap demokrasi.
Dalam hal ini Wina memandang, “Akhirnya yang terjadi bukan legency di bidang perundang-undangan, melainkan bom sosial.”
Wina membeberkan, KUHP peninggalan penjajah memang perlu diganti dengan KUHP produk nasional yang baru. Kendati begitu, menurut Wina, pergantian itu tidak boleh hanya bajunya. Hanya casingnya, melainkan juga harus subtansinya.
Disinilah Wina sampai pada kesimpulan, “Justru sepanjang terkait dengan pasal-pasal demokrasi, KUHP baru subtansi dan filoaofinya lebih kolonial dari kolonial. Jadi dari aspek ini bukan dekolonialosasi, tapi malah menjadi rekolonialisasi.”***
Artikel Terkait
Penutupan Siswa Latja SPN Polda Jabar Dipimpin Kabag Log Polres Majalengka
Trauma, 17 Korban Gempa Bumi Cianjur Mengungsi ke Majalengka
Update Korban Gempa Bumi Cianjur
Sebanyak 3.175 Nakes secara Intensif Melaksanakan Tugas di Titik Pengungsian Gempa Bumi Cianjur
Polres Majalengka kembali Kirimkan Bantuan Tahap 2 untuk Korban Gempa Bumi Cianjur
Gunakan Sepeda Motor Trail, Satlantas Polres Majalengka Distribusikan Logistik di Kampung Cigagak Cianjur