jabaribernews.com --Beberapa waktu lalu sempat ramai diberitakan tentang seorang tukang parkir yang marah karena dibayar dengan uang logam. Kemudian kita pun sering menemukan warung-warung atau toko kecil yang menolak menerima pembayaran dengan uang recehan seratusan dan dua ratusan.
Saat ini nominal uang koin seratus dan dua ratus rupiah sudah nyaris dianggap tidak berharga di mata masyarakat.
Beberapa pedagang beralasan menolak menerima pembayaran dengan uang koin recehan selain dikarenakan berpotensi salah hitung, mudah hilang, mudah tercecer juga susah dibelanjakan, sementara laba yang mereka peroleh dari penjualan pun nominalnya tidak besar.
Baca Juga: Tips Ringan Mengatasi Susah Tidur
Namun walaupun begitu, uang receh atau pecahan uang kecil yang berupa logam berbentuk koin tersebut masih resmi sebagai alat pembayaran yang sah.
Seperti dilansir dari website hukumonline, bahwa Bank Indonesia(BI) menyediakan uang logam untuk melengkapi transaksi pembayaran. Meskipun nilai nominal uang logam kecil, namun uang logam tetaplah rupiah yang harus diperlakukan seperti rupiah nominal lainnya. Karena mata uang merupakan salah satu simbol negara. Jika tidak dihargai, artinya sama saja dengan tidak menghargai bangsa dan negara.
Pihak BI menegaskan bahwa yang menentukan berlaku atau tidaknya suatu nilai rupiah adalah BI, bukan masyarakat. Ini sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang.
Baca Juga: Tips Memasak Sayuran Agar Manfaatnya Maksimal
Pada Pasal 11 undang-undang itu disebutkan, dalam pengelolaan rupiah meliputi tahapan, perencanaan, pencetakan, pengeluaran, pengedaran, pencabutan, penarikan, dan pemusnahan dilakukan BI.
berdasarkan Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang, rupiah wajib digunakan dalam:
a. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran
b. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau
c. transaksi keuangan lainnya, yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Masih berkaitan dengan Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang di atas, Pasal 33 ayat (1) UU Mata Uang berbunyi:
Setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam:
a. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
b. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau
c. transaksi keuangan lainnya,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Baca Juga: Kang Emil Ikut Memparodikan Ikbal Ramadhan di Video Klip Noah Yang Terdalam
Bagi yang menolak uang receh, ketentuannya terdapat dalam Pasal 23 UU Mata Uang yang berbunyi:
(1) Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk pembayaran atau untuk penyelesaian kewajiban dalam valuta asing yang telah diperjanjikan secara tertulis.
Adapun sanksi bagi setiap orang yang menolak untuk menerima rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) [lihat Pasal 33 ayat (2) UU Mata Uang].
Artikel Terkait
Menggeliatkan Ekonomi Daerah, dengan Arang Tanpa Patah Arang
Demi Kelancaran Jalur Ekonomi Warga Desa Cupunagara Kerja Bakti Memperbaik Jalan yang Longsor
Uang Kadeudeuh dari Gubernur untuk Atlit Peparnas Peraih Medali
Ketua IKA Unpad: Pemulihan Ekonomi Bisa Difokuskan pada UMKM, Ekonomi Kreatif, dan BUMN
Supaya Ekonomi Meningkat, Masyarakat Tasela Ingin Berpisah dengan Kabupaten Tasikmalaya