Memoir of The Old Master Menyuguhkan Apropriasi Karya Seni yang Penuh Makna dan Citraan sangat Artistik

- Senin, 24 Januari 2022 | 11:30 WIB
Pelukis Fitrajaya Nusananta (FJN) tengah menggelar Pameran Tunggal berjudul Memoir of The Old Master di Gedung Kunstkring, Jalan Teuku Umar No 1, Menteng Jakarta Pusat.
Pelukis Fitrajaya Nusananta (FJN) tengah menggelar Pameran Tunggal berjudul Memoir of The Old Master di Gedung Kunstkring, Jalan Teuku Umar No 1, Menteng Jakarta Pusat.

PELUKIS Fitrajaya Nusananta (FJN) tengah menggelar pameran tunggal berjudul Memoir of The Old Master di Gedung Kunstkring, Jalan Teuku Umar No 1, Menteng Jakarta Pusat.

Pelukis kelahiran Sungai Penuh, Jambi yang pernah kuliah di Universitas Padang dan Royal Academy of Art The Hague - KABK Den Haag tersebut, menampilkan karya-karya lukisnya melalui proyektor dan di atas kanvas.

Karya-karya FJN merupakan apropriasinya terhadap beberapa karya peluksi dunia seperti Basquiat Range, Picasso Cries and Reveries, Three Basquiat Skulls, Threesome Women (Tribute to Picasso, Amadeo Modigliani dan Frida Kahlo), Under Your Skin, dan lain - lain.

Terdapat 24 lukisan yang di pajang dari 40 karya lukisan yang dibuat.

Baca Juga: Doa Memohon Kemudahan Melalui Segala Kesukaran

“Kita pembuat sejarah. Kita dibuat sejarah. Sejarah bukan beban inagatan, tapi penyerahan jiwa,” tuturnya saat memperlihatkan hasil kerja apropriasinya yang disambut banyak peminta seni, termasuk para seniman papa atas Indonesia seperti Nasirun.

Dalam penjelasannya mengenai karya dan penciptaan ia mengatakan, “Karena sebagian besar seni bergantung pada isyarat sensoris, sebagian besar seni adalah manifestasi dari empirisme. Indera membentuk alat yang memungkinkan seniman dan ilmuwan untuk memahami sifat subjek mereka,” ujarnya.

“Data yang dapat diobservasi, dan interpretasi dari data yang dapat diobservasi itu, merupakan hal yang mendasar bagi seorang seniman seperti halnya bagi seorang ilmuwan” lanjutnya sambil memperlihatkan beberapa karyanya yang dipajang.

Spontanitas, intuisi, kebetulan, naluri, dan bahkan keberuntungan bodoh, sesekali sering dihargai tinggi oleh para seniman, tetapi hanya sejauh hal-hal ini dapat digunakan untuk melayani visi yang lebih besar dan musyawarah.

Semua seni disengaja, bukan kebetulan, dan karena itu seni tidak terjadi secara kebetulan, bahkan jika seniman mau mengeksploitasi kecelakaan.

Baca Juga: Imah Budaya Cigondewah, Mengusung Isu Lingkungan dalam Karya Seni

“Jika seorang seniman dapat menempati kekosongan seni sambil secara bersamaan memparodikan ikonografinya, mereka dapat memiliki kue metaforis mereka dan mengkanibalkan remah-remahnya juga” jelasnya mengenai pilihan estetik dan eksplorasi tematik serta pemguraian gagasan dalam karyanya.

Pertemuan Ilahi dengan Manusia, menunjukkan betapa pentingnya untuk memenuhi dunia dengan kreativitas seorang seniman, terutama di masa yang tidak pasti ini: Apa yang kita lakukan dengan kekacauan ini?
Kreativitas memiliki jawaban. Kita diberitahu oleh mereka yang telah mempelajari proses alam bahwa kreativitas terjadi di perbatasan antara kekacauan dan ketertiban. Kekacauan adalah awal dari kreativitas.

“Kita perlu belajar, karena setiap seniman perlu belajar, untuk hidup dengan kekacauan dan tentu saja menari dengannya ketika kita mendengarkannya dan mencoba meresapinya” sambungnya

Halaman:

Editor: Nanang Supriatna

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Terpopuler

X