RUJAK ciherang tidak berbéda dengan umumnya rujak: buah-buahan diiris kecil-kecil kemudian diberi bumbu gula merah yang telah diulek bersama bumbu-bumbu tertentu termasuk cabai rawit.
Perbedaannya dengan rujak yang lain adalah rujak ciherang memiliki sejarah panjang, melewati tiga jaman serta banyak yang menyukainya hingga generasi sekarang.
Sebenarnya Ciherang (bhs. Sunda, berasal dari kata ci dan herang, ci artinya air dan herang artinya bening) merupakan nama sebuah kampung yang berada di Desa Kiangroke, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Kurang lebih lima kilometer dari Soreang, ibu kota Kabupaten Bandung.
Di Kampung Cihérang ini, dipinggir jalan antara Soréang-Banjaran berdiri sebuah warung permanén, berukuran cukup besar, dilengkapi dengan mushola dan WC serta lahan parkir yang luas.
Di papan namanya terbaca: Rujak Ciherang. “Nama rujak yang dijual di sini memang diambil dari nama kampung Ciherang,” kata Rosadi, pemilik warung.
Rosadi merupakan salahsatu generasi keempat yang meneruskan usaha leluhurnya. “Yang merintis Rujak Ciherang buyut saya pada jaman Belanda,” ujarnya.
Hingga kini leluhur Rosadi menjadi legenda bagi masarakat Ciherang. Dijadikan figur panutan bahkan pahlawan dalam hal keuletan dan kesabaran dalam merintis usaha.
Uyut Empeuk, demikian nama buyut Rosadi, mulai berjualan rujak tahun 1918. Waktu itu, di kampungnya banyak pekerja yang sedang membuat jalan kereta api Bandung-Ciwidey.
Para pekerja termasuk tenaga ahli orang Belanda, sehabis bekerja membutuhkan makanan penyegar untuk mengembalikan kebugaran.
Para pekerja meminta Uyut Empeuk yang rumahnya tidak jauh dari proyek untuk membuat makanan yang diinginkannya itu.
Uyut Empeuk kemudian mencoba membuat rujak sari buah honje. Rujak racikan Uyut Empeuk ternyata disukai oleh para pekerja.
Demikian pula orang Belanda yang mengawasi pengerjaan proyek.
Sejak itulah Uyut Empeuk membuat dan berdagang rujak, setiap hari berjalan kaki berkeliling dari kampung ke kampung, dan mendatangi lokasi proyek pembuatan jalan kereta api.
Buah-buahan dan dan bumbu rujak dibawa dengan menggunakan bakul. “Beliau berjalan sampai Ciwidey yang dari tempat tinggalnya belasan kilometer,” ujar Rosadi.
Artikel Terkait
Kecap Serbasari, Kecap Legendaris dari Kota Ciamis Jawa Barat